Manokwari | Mediaprorakyat.com – Mahasiswa asal Kabupaten Paniai yang tergabung dalam Koordinator Wilayah (Korwil) Paniai, Kota Studi Manokwari, menggelar mimbar bebas di depan Kampus Universitas Papua (UNIPA) Amban, Jumat (03/10/2025).
Aksi ini diikuti oleh, puluhan mahasiswa, dan rakyat Papua dengan tema:
“Segera Kembalikan dan Tarik Militer Non-Organik dari Kabupaten Paniai ke Barak-Nya.”
Dalam aksi mimbar bebas ini masa sedang pegan spanduk dan poster berisi tulisan tarik militer organik dan anorganik dan gambar inside masa lalu dan masa kini yang terjadi di kabupaten Paniai.
Koordinator lapangan, Karel M. Muyapa, menyatakan bahwa kehadiran militer non-organik di Paniai sejak September 2025 telah menimbulkan trauma mendalam bagi masyarakat. Menurutnya, pola operasi militer yang masif mengingatkan pada serangkaian tragedi pelanggaran HAM di masa lalu, termasuk Tragedi Paniai Berdarah 2014 dan operasi militer di Distrik Bibida (2024).
“Tanah Papua diberkati dengan kekayaan alam dan budaya yang beragam. Namun yang terjadi justru rakyat sipil terus menjadi korban kekerasan negara. Kami menolak segala bentuk militerisasi karena itu bertentangan dengan hak asasi manusia dan kehidupan sipil yang damai,” tegas Karel.
Ketua Korwil Paniai, Miyeida Mote, menambahkan bahwa pengerahan pasukan di Paniai dilakukan tanpa sepengetahuan pemerintah kabupaten. Saat ini, sejumlah pos militer non-organik telah menempati Distrik Paniai Timur, Obano, dan Aradide. Kondisi ini membuat masyarakat resah, bahkan sebagian terpaksa mengungsi ke Nabire dan Enarotali.
Dalam pernyataan sikap resminya, mahasiswa Paniai di Manokwari menuntut:
1. Presiden RI Prabowo Subianto dan Panglima TNI segera menarik seluruh militer non-organik dari Kabupaten Paniai.
2. Menghentikan operasi militer, penggerebekan, penyisiran, dan intimidasi terhadap masyarakat sipil di Paniai maupun di seluruh Tanah Papua.
3. Pemerintah Kabupaten Paniai dan DPRK bersikap tegas menolak pengerahan militer tanpa izin resmi.
4. Pemerintah Indonesia bertanggung jawab atas berbagai pelanggaran HAM di Papua sesuai hukum nasional dan internasional.
5. DPRK Paniai segera mencabut izin pertambangan serta menolak pemekaran DOB Delama Jaya dan Paniai Timur.
6. Menolak proyek strategis nasional (PSN) yang dinilai merugikan rakyat Papua, termasuk eksploitasi Blok Wabu di Intan Jaya.
Mahasiswa menegaskan, perjuangan mereka bukan sekadar kepentingan kelompok, melainkan suara hati rakyat Papua.
“Kami menuntut negara menghormati hak masyarakat adat sebagai pemilik sah tanah, hutan, dan sumber daya alam sesuai amanat Otsus dan deklarasi hak-hak masyarakat adat PBB (UNDRIP),” tutup Miyeida.
[red/mpr/js]