Bintuni | Mediaprorakyat.com – Sosok Muhamad Uswanas, atau yang akrab disapa Bang Mo, merupakan contoh nyata keteguhan dan semangat pantang menyerah dari putra asli Papua (OAP) asal Fakfak. Sejak tahun 2005, ia telah mengabdikan diri dalam dunia jurnalistik dan seni, menapaki karier dari media cetak hingga perfilman pendidikan.
Bang Mo memulai perjalanan jurnalistiknya di media cetak Fakfak Pos, sebelum kemudian bergabung dengan Channel Kemanusiaan, sebuah media televisi yang dipimpin Andre Bangsawan di Jakarta. Namun kiprahnya tidak berhenti di dunia berita. Dalam sebuah obrolan hangat di warung kecil Kampung Banjar Ausoy, Distrik Manimeri, Kamis malam (29/5/2025), ia bercerita panjang lebar tentang perjalanannya sebagai seniman dan pendidik.
Lulusan Sekolah Menengah Kesenian Indonesia (SMKI) Makassar tahun 1984 ini telah membuktikan bahwa keterbatasan tidak menghalangi pencapaian. Meski hanya menamatkan hingga tingkat Diploma 1, prestasinya patut dibanggakan. Salah satunya adalah ketika ia memerankan tokoh utama dalam sendratari Cinde Lau pada ajang Pekan Orientasi Kesenian (PKS) se-Indonesia tahun 1982 di Surabaya. “Saya, anak Papua, dipercaya menjadi tokoh utama dalam pementasan sendratari saat itu,” kenangnya dengan bangga.
Tak hanya aktif di panggung, Bang Mo juga dikenal sebagai pelatih dan fasilitator seni. Ia pernah diutus ke Selayar untuk melatih anak-anak dalam menyambut tamu dan turis, sekaligus tampil sebagai penabuh alat musik tradisional Gandrang Bulo, khas Sulawesi Selatan.
Kini menetap di Kabupaten Teluk Bintuni, Bang Mo menggagas proyek film panjang berjudul Buah Hatiku, yang melibatkan guru dan siswa SD YPPK Manimeri. Film berdurasi 1 jam 10 menit dengan naskah setebal 50 halaman ini menjadi bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka Belajar, khususnya pada mata pelajaran Seni Teater Daerah. Dalam proyek ini, Bang Mo bertindak sebagai sutradara, pelatih, dan penulis skenario.
“Teater adalah salah satu mata pelajaran yang mampu membentuk karakter anak-anak sejak usia dini. Dari yang tadinya malas belajar, bisa berubah menjadi rajin dan lebih positif,” tuturnya.
Semangat Bang Mo tak surut, meski sejak tahun 2022 ia harus hidup dengan satu kaki setelah menjalani amputasi akibat komplikasi diabetes. Saat itu, ia dirujuk dari RSUD Kabupaten Fakfak ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya untuk menjalani prosedur medis tersebut.
Meski begitu, semangatnya untuk terus berkarya tak pernah luntur. Sebelumnya, ia telah menyutradarai beberapa film edukatif, seperti Gartafel Beta yang dibuat bersama anak-anak SMA Negeri Teminabuan, serta Love Hari Masohi yang digarap di Masohi, Maluku Tengah, melibatkan sejumlah siswa SMA dari berbagai sekolah.
Bang Mo berharap, semangat seni dan jurnalistik di kalangan generasi muda Papua terus tumbuh dan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. “Saya ingin anak-anak Papua mencintai dunia seni dan menjadi generasi yang percaya diri menyampaikan kisah dan budayanya ke seluruh dunia,” tutupnya.
[red/mpr/hs]