Bintuni,Mediaprorakyat.com – Sekretaris Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Sisar Matiti, Muhamad Fahrul Mongay. menyoroti transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Dana Participating Interest (PI) 10% di Kabupaten Teluk Bintuni. Berdasarkan kajian Tim Data, Riset, dan Publikasi YLBH Sisar Matiti, dana tersebut belum memberikan dampak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun kesejahteraan masyarakat setempat.
Hak Kabupaten Penghasil dan Peran Pemerintah Daerah
PI 10% merupakan hak partisipasi yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang beroperasi di wilayah kerja migas, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 Tahun 2016. Sebagai salah satu daerah penghasil migas utama di Papua Barat, Kabupaten Teluk Bintuni berhak atas dana ini.
Namun, menurut Muhamad Fahrul Mongay, hingga saat ini pengelolaannya masih tidak transparan. “Dana PI ini seharusnya menjadi hak kabupaten penghasil. Sayangnya, belum ada kejelasan mengenai bagaimana dana ini dikelola dan apa manfaatnya bagi daerah,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bahwa dana tersebut sebelumnya dikelola oleh entitas yang melibatkan mantan pegawai BP Tangguh, namun dampaknya terhadap daerah masih dipertanyakan. “Jika tidak salah, dana ini dikelola oleh Subitu yang dikelola oleh orang-orang eks BP. Namun hingga kini, belum terlihat dampaknya terhadap peningkatan PAD atau kesejahteraan masyarakat,” tegasnya.
Kurangnya Transparansi dan Urgensi Audit
Minimnya transparansi dalam pengelolaan PI 10% di Teluk Bintuni menimbulkan desakan agar dilakukan audit menyeluruh. “Kami meminta adanya audit terhadap penggunaan dana ini. Hasilnya harus dipublikasikan secara transparan agar masyarakat tahu ke mana aliran dana tersebut,” kata Muhamad Fahrul Mongay.
Ia menegaskan bahwa audit ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. “Setiap penggunaan dana publik harus dapat dipertanggungjawabkan. Jika ada indikasi penyalahgunaan, Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera melakukan penyelidikan,” tambahnya.
Solusi: Pengelolaan yang Akuntabel dan Keterlibatan Masyarakat
Agar dana PI 10% benar-benar memberi manfaat bagi Kabupaten Teluk Bintuni, YLBH Sisar Matiti merekomendasikan beberapa langkah konkret:
Audit Transparan dan Akuntabel – Pemerintah daerah bersama lembaga independen harus melakukan audit guna memastikan tidak ada penyalahgunaan dana.
Peningkatan Peran Pemerintah Daerah – Pemerintah Provinsi Papua Barat, khususnya Dinas ESDM, harus berperan sebagai fasilitator untuk memastikan kabupaten mendapatkan haknya secara penuh.
Penyusunan Mekanisme Pengelolaan yang Jelas – Dana harus dikelola dengan mekanisme yang jelas dan melibatkan badan pengawas yang kredibel guna mencegah penyalahgunaan.
Pelibatan Masyarakat dan DPRD – Keterlibatan DPRD serta masyarakat dalam pengawasan dana ini penting untuk memastikan penggunaannya sesuai dengan kebutuhan daerah.
Kesimpulan
Dana PI 10% seharusnya menjadi instrumen utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah penghasil migas seperti Teluk Bintuni. Namun, hingga kini manfaat dari dana ini belum dirasakan secara optimal. Oleh karena itu, audit yang transparan serta keterlibatan aktif pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan agar dana ini benar-benar digunakan untuk pembangunan daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Teluk Bintuni. [RILIS]