Bintuni, Mediaprorakyat.com – Setelah 11 bulan mengalami pemalangan, asrama guru SMA Merdey, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, akhirnya dapat kembali ditempati. Palang yang menghalangi akses ke fasilitas sekolah tersebut resmi dibuka pada Senin (3/2/2025), setelah dilakukan mediasi antara pihak sekolah, pemerintah, dan pemilik ulayat.
Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Teluk Bintuni, Hendrik D. Kapuangan, bersama Kepala Seksi Kurikulum, Titus Kambunandiwan, turun langsung ke lokasi untuk bertemu dengan pemilik ulayat guna menyelesaikan persoalan yang telah berlangsung sejak 19 Maret 2024.
Pemalangan ini terjadi karena asrama guru dibangun di atas tanah adat tanpa adanya ganti rugi dari pemerintah maupun kontraktor kepada pemilik lahan. Namun setelah melalui dialog dan kesepakatan, akhirnya masyarakat bersedia membuka palang tersebut.
“Puji Tuhan, hari ini palang sudah dibuka. Apa yang menjadi keinginan pemilik lahan sudah kami respon, dan masyarakat bisa menerima solusi yang diberikan,” ujar Hendrik Kapuangan, Senin (3/2/2025).
Hendrik, yang baru satu bulan lebih menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan Teluk Bintuni, menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada Kepala Distrik Merdey, Yustina Ogoney, atas peran serta dan bantuannya dalam menyelesaikan permasalahan ini hingga tuntas.
Kurangnya Komunikasi Jadi Penyebab Pemalangan
Kepala Distrik Merdey, Yustina Ogoney, menjelaskan bahwa pemalangan terjadi karena kurangnya komunikasi dari Dinas Pendidikan sebagai perwakilan pemerintah maupun kontraktor sebagai pelaksana proyek pembangunan asrama.
Menurut Yustina, pemilik tanah adat, Petrus Ogoney, yang juga menjabat sebagai Kepala Kampung Merdey, telah berupaya meminta penjelasan melalui surat resmi kepada Dinas Pendidikan. Namun, surat tersebut tidak pernah mendapat tanggapan, sehingga masyarakat akhirnya memutuskan untuk memalang asrama guru.
“Akhirnya, pemalangan dilakukan. Tapi hari ini persoalan sudah selesai. Saya menilai Kepala Dinas Pendidikan yang baru ini memiliki kepedulian terhadap masyarakat,” kata Yustina Ogoney.
Ke depan, ia menyarankan agar jika ada pembangunan tambahan untuk SMA Merdey, sebaiknya menggunakan lahan milik dinas yang masih tersedia agar tidak menimbulkan konflik dengan masyarakat.
“Masih ada lahan di belakang sekolah, meskipun masih berupa hutan dan perlu dilakukan land clearing. Kalau hanya mengandalkan lahan yang sudah bersih, sudah tidak tersedia lagi,” jelasnya.
Harapan untuk Pendidikan di Merdey
Sebagai pimpinan Distrik Merdey, Yustina Ogoney berharap Dinas Pendidikan lebih memperhatikan kebutuhan fasilitas di SMA Merdey, terutama karena sekolah ini telah menjadi pusat belajar bagi siswa dari Distrik Masyeta dan Moskona Raya.
“Salah satu fasilitas penting adalah asrama guru. Para tenaga pengajar harus dibuat nyaman tinggal di Merdey agar mereka tetap menjalankan tugas mengajar anak-anak kami,” tutupnya. [Tim/HS]