Keterangan Gambar : Kabag Kehutanan Provinsi Papua Barat , Alter Sawaki (Kanan) bersama Miekel Warbete.
PAPUA BARAT , Mediaprorakyat.com – Salah Satu Suku Papua yang ada di Kabupaten Teluk Bintuni yaitu Suku Besar Kuri mengutuk tindakan PT. Wukira Sari yang dengan sengaja menghilangkan salah satu situs sejarah Suku Besar Kuri yakni Gereja Daun.
Akibat tindakan yang dilakukan oleh PT. Wukira Sari, masyarakat Suku Kuri meminta pihak perusahan agar menghentikan pengerjaan kantor yang berada di teras depan Gereja Daun yang kini sudah hilang wujud aslinya.
Dari pengakuan masyarakat, kerusakan hutan dan hilangnya fungsi hutan di kawasan yang disakralkan masyarakat adat itu dilakukan dengan skenario dimana berita acara penyerahan tanah dibuat sepihak oleh pihak perusahaan.
“Selanjutnya berita acara tersebut diajukan dalam rapat bersama para tua tua adat dan perwakilan pemerintah dalam hal ini Sekdis lalu dibacakan tanpa ada sanggahan dari masyarakat adat,” ungkap salah seorang masyarakat setempat, pada hari Rabu (2/11) lalu.
“Lalu pihak perusahaan mengajak dan memfasilitasi masyarakat adat untuk menunjuk lokasi yang awalnya sudah menjadi incaran perusahan dikarenakan kawasan tersebut adalah di kawasan yang berada di lembah yang diapit oleh lima gunung sejarah, yang salah satunya hilang yakni gunung yang menjadi teras depan Gereja Daun,” lanjutnya.
Sementara itu, Yunus Rensawa selaku kepala suku Kuri mengatakan, berita acara itu ditandatangani dalam pertemuan. Setelah itu perusahan mengajak petuwanan dan para saksi ke lokasi yang diinginkan dan ditunjuk oleh pihak perusahaan.
“Namun saya kaget, ada hal yang tidak benar. Kami menyampaikan kepada pihak perusahaan agar mencari lokasi yang lain jangan di tempat yang sakral tersebut, karena ini merupakan teras depan dari Gereja Daun suku Besar Kuri,” ujar Yunus menceritakan.
“Namun hingga saat ini proyek ini terus dikerjakan dan merusak hutan. Harapan kami pemerintah dapat memanggil PT. Wukira Sari untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya,” pinta Yunus.
Senada , Oktovianus Pigo. Ia berharap agar persoalan ini secepatnya ditanggapi pemerintah dinas terkait. Pasalnya, masalah ini sudah menyangkut rusaknya kawasan konservasi tinggi dan situs adat milik suku besar asli Papua yakni Suku Kuri.
Atas persoalan yang terjadi , pada hari ini Senin (7/11/2022) Masyarakat adat suku Kuri telah mengajukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup oleh PT.Wukira sari ke Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat.
”Setelah saya memasukan surat pengaduan langsung di terima oleh kabag kehutanan Provinsi Papua Barat , Pak Altar sewaki , ” sebut Miekel Warbete kepada wartawan Mediaprorakyat.com lewat pesan WhatsApp, Senin (7/11) malam.
Warbete menjelaskan , Beliau menerima surat pengaduan kami. Lanjutnya namun saat ini sesuai aturan yang berlaku pemerintah telah mengeluarkan satu aplikasi baru yakni GAKKUM PLH yang di situ kita perlu menginstal dan mengisi form pengaduan. Dan langsung di terima oleh admin wilayah Maluku Papua dan direspon langsung oleh dirjen GAKKUM Kehutanan Bagian perlindungan hutan untuk selanjutnya di rekomendasikan terhadap pengaduan kami.
Warbete menyampaikan , Saat saya menyerahkan pengaduan direspon baik oleh pak Altar sawaki dan beliau langsung menelepon ke pusat berkaitan pengaduan kami. Dari GAKKUM PUSAT telah menerima pengaduan kami melalui WhatsApp. Dan saat ini saya juga telah di berikan aplikasi GAKKUM untuk melaporkan permasalahan tersebut.
Harapannya dengan adanya aplikasi GAKKUM ini akan dapat membantu kami masyarakat khususnya masyarakat adat pemilik hutan adat. Yang memberikan sumbangsih pendapatan bagi pajak daerah tapi juga memberikan sumbansi hutannya menjadi paru-paru dunia bagi kita.
Setelah saya menyerahkan dokumen pengaduan secara fisik oleh pak Altar di berikan aplikasi GAKKUM kepada saya untuk bisa mengakses langsung dengan Dirjen GAKKUM PLH Pusat
” Saat ini saya sedang mengajukan permasalahan lingkungan hidup menggunakan aplikasi GAKKUM KLH , ” ujarnya.
Harapannya perihal masalah ini dapat di respon secepatnya sehingga ada solusi baik bagi masyarakat adat yang merasa kehilangan hutan dan tempat-tempat sakral.
“‘Dari saya juga meminta kiranya pemerintah kabupaten Teluk Bintuni proaktif terhadap permasalahan ini. Dan secepatnya kami akan lakukan audens dengan Pemerintah Daerah dan dinas terkait. ” pungkasnya. mpr-01