Manokwari | Mediaprorakyat.com – Kasus dugaan penipuan proyek perumahan Lembah Hijau di Manokwari terus bergulir. Satreskrim Polresta Manokwari telah menahan Komisaris Utama PT TBP berinisial J, sementara Direktur Utama R masih berstatus buronan.
Kasus ini menyeret ratusan korban, termasuk masyarakat pemilik hak ulayat serta karyawan perusahaan yang hingga kini belum menerima gaji. Selain itu, puluhan sertifikat tanah dan bangunan juga masuk dalam proses penyitaan di bank.
Kasat Reskrim Polresta Manokwari, AKP Agung Gumara Samosir, mengatakan penyidik masih melengkapi berkas perkara sesuai petunjuk Kejaksaan Negeri Manokwari (P19). “Minggu ini tim akan berangkat ke Jakarta untuk meminta keterangan ahli, notaris, dan pihak bank terkait proses kredit maupun akad yang pernah ditandatangani,” ujarnya, Selasa (30/9).
Sejauh ini, polisi telah memeriksa sekitar 120 saksi, mulai dari korban, pemilik hak ulayat, hingga staf perusahaan. Dua orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Komisaris Utama PT TBP berinisial J yang kini ditahan, serta Direktur Utama R yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO).
Penyidik juga masih menunggu dokumen pelelangan 27 sertifikat yang disebut masih dalam proses lelang. Namun, pihak bank belum menyerahkan dokumen maupun fisik sertifikat dengan alasan keputusan akhir ada di tangan pimpinan cabang.
Sementara dari pihak Bank BNI, tercatat 51 sertifikat terkait perusahaan tersebut. Dari jumlah itu, 45 berupa Hak Guna Bangunan (HGB) dan satu hak milik masih tersimpan, sementara sisanya sudah ditebus. “Karena belum ada pelelangan, maka kami lakukan penyitaan terhadap sertifikat yang ada di bank, tetapi tetap harus melalui izin pengadilan,” jelas Samosir.
Selain memeriksa bank dan notaris, penyidik juga berencana memanggil bagian lelang BRI Manokwari untuk menggali informasi tambahan terkait kredit macet dan mekanisme pelelangan. “Semua langkah ini bagian dari upaya kami memenuhi petunjuk kejaksaan agar berkas perkara bisa segera dinyatakan lengkap,” tegasnya.
Kasus ini menyita perhatian publik, sementara ratusan korban masih menanti kepastian hukum serta pengembalian hak mereka.
[red/mpr/ars]