Manokwari, Mediaprorakyat.com – Pemerintah Provinsi Papua Barat kembali meraih opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024 dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Opini tersebut disampaikan dalam sidang paripurna DPR Papua Barat pada Kamis, 24 Juli 2025 kemarin.
Menanggapi hal ini, Pelaksana Tugas (Plt.) Inspektur Papua Barat, Dr. Erwin Saragih, SH., MH, menyampaikan bahwa opini WDP maupun WTP bukanlah jaminan bahwa tidak terdapat kerugian negara atau daerah. Ia menegaskan bahwa hal ini seringkali disalahpahami oleh publik.
“Opini WDP yang diberikan BPK RI kepada Pemprov Papua Barat merupakan petunjuk bagi kami untuk terus melakukan pembenahan serta memperbaiki tata kelola pemerintahan dan keuangan,” tegas Erwin.
Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Biak Numfor itu juga menyatakan komitmennya untuk menindaklanjuti seluruh temuan BPK, tidak hanya yang ditemukan pada tahun 2024, tetapi juga temuan-temuan tahun sebelumnya, yakni 2023 dan 2022.
Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah menjalin koordinasi erat antara APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) dan APH (Aparat Penegak Hukum), baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi.
Hal ini merujuk pada kesepakatan bersama antara Mendagri, Kapolri, dan Jaksa Agung, sebagaimana tertuang dalam MoU Nomor: 100.4.7/437/AJ; Nomor: 1 Tahun 2023; dan Nomor: NK/1/I/2023. MoU ini mengatur koordinasi dalam penanganan laporan atau pengaduan penyelenggaraan pemerintahan.
“MoU itu sudah ditandatangani di tingkat pusat. Tugas kami kini adalah menjalankannya di tingkat provinsi dan kabupaten,” jelas Erwin kepada wartawan, Jumat (25/7/2025).
Menurutnya, Sejak diterimanya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI pada sore hari itu, Erwin menyampaikan bahwa pihaknya telah mulai menghitung masa 60 hari kerja untuk menyelesaikan seluruh temuan yang ada.
Selama periode tersebut, temuan yang bersifat administratif, seperti kerugian daerah yang telah diproses melalui Tuntutan Ganti Rugi (TGR) atau Tuntutan Perbendaharaan (TP) akan dianggap selesai jika telah dipenuhi sesuai prosedur. Temuan semacam ini tidak masuk ke dalam ranah APH, sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf (b) MoU.
Lanjutnya , namun demikian, jika dalam 60 hari temuan tidak ditindaklanjuti, maka kasus tersebut akan menjadi ranah penegakan hukum.
Indikasi kerugian negara atau daerah akan diserahkan oleh APIP kepada APH di tingkat kabupaten/kota atau provinsi untuk diproses lebih lanjut hingga ke pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor), sesuai Pasal 5 Ayat (2) MoU.
“Kecuali pekerjaan fiktif, unsur pidananya jelas. Maka APH bisa langsung masuk dan mengeksekusi,” tegas Erwin, yang juga pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri Sorong.
Saat ditanya mengenai harapannya terhadap LKPD Tahun Anggaran 2025, mantan Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Papua Barat ini menyatakan optimisme bahwa Papua Barat akan mampu meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Sepanjang mekanisme penanganan perkara dijalankan sesuai MoU Mendagri–Kapolri–Jaksa Agung, saya yakin kita bisa mencapai WTP,” ungkapnya optimis.
Ia menegaskan pula bahwa jika setelah 60 hari temuan belum diselesaikan, maka temuan dengan nilai kerugian di bawah Rp1 miliar akan diserahkan ke APH kabupaten/kota, sedangkan yang bernilai di atas Rp1 miliar akan ditangani oleh APH provinsi.
“Tujuannya jelas, agar di LKPD 2025 tidak ada lagi temuan BPK yang berulang,” pungkasnya.
Plt. Inspektur Dr. Erwin Saragih mengakhiri pernyataannya dengan penuh ketegasan dan harapan terhadap perbaikan tata kelola keuangan daerah yang lebih akuntabel dan transparan.
[red/mpr/ms]