Manokwari | Mediaprorakyat.com –
Skandal dugaan korupsi kembali mencoreng dunia pendidikan. Proyek pembangunan Kampus II SMK Kehutanan Manokwari di Sorong, yang menelan anggaran negara sebesar Rp67,9 miliar, kini resmi diusut oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat.
Dalam konferensi pers yang digelar di Media Center Kejati Papua Barat, Jumat (11/7/2025), Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Muhammad Syarifuddin, S.H., M.H., mengungkapkan bahwa proyek ini dibiayai melalui dana Sertifikat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan awalnya diproyeksikan sebagai pusat pendidikan kehutanan unggulan di Tanah Papua. Namun, realisasi proyek jauh dari harapan dan kini menjadi sorotan aparat penegak hukum akibat indikasi kerugian negara mencapai Rp16,47 miliar.
“Kontrak pekerjaan ditandatangani pada 15 September 2023 antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan PT Relis Sapindo Utama, senilai Rp62,3 miliar,” beber Syarifuddin di hadapan wartawan.
Dalam perjalanannya, proyek ini mengalami keterlambatan meski telah dilakukan tiga kali addendum kontrak, dengan total masa pengerjaan diperpanjang hingga 438 hari. Hingga batas akhir kontrak pada 29 November 2024, progres fisik proyek baru mencapai 84,40%, sementara dana yang telah dicairkan mencapai Rp49,1 miliar.
Akibat ketidakmampuan pihak kontraktor menyelesaikan pekerjaan, kontrak diputus secara sepihak pada 8 Januari 2025.
Berdasarkan hasil audit fisik oleh ahli konstruksi, ditemukan adanya ketidaksesuaian antara spesifikasi pekerjaan dengan realisasi di lapangan, baik dari sisi kualitas maupun volume. Nilai selisih atas temuan tersebut mencapai Rp16,47 miliar.
Melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-04/R.2/Fd.2/07/2025, Kejati Papua Barat menyatakan telah mengantongi bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan.
“Kami akan bongkar seluruh alur keuangan proyek ini, termasuk ke mana aliran dana negara mengalir. Penetapan tersangka tinggal menunggu waktu,” tegas Syarifuddin.
Penyidikan ini menjadi sinyal tegas dari aparat penegak hukum terhadap praktik penyimpangan anggaran, khususnya di sektor pendidikan. Publik kini menanti transparansi dan ketegasan penegakan hukum, agar kasus serupa tidak kembali terulang di masa depan.
[red/mpr/ms/hs]