Manokwari, Mediaprorakyat.com — Kasus dugaan korupsi kembali mencoreng proyek infrastruktur di Papua Barat. Dua proyek jalan di wilayah Pegunungan Arfak (Pegaf) yang menelan anggaran sebesar Rp9,4 miliar hanya menghasilkan 74 meter jalan dari total 800 meter yang direncanakan. Ironisnya, jalan tersebut pun dinilai tidak layak pakai.
Hal ini diungkapkan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat, Muhammad Syarifuddin, dalam konferensi pers pada Jumat, 11 Juli 2025. Ia menegaskan bahwa temuan ini bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan dugaan kuat penjarahan anggaran negara secara terang-terangan.
“Dari hasil pemeriksaan fisik, jalan yang dibangun tidak mencapai 10 persen. Bahkan yang ada pun tidak memenuhi standar kelayakan. Ini jelas mengarah pada kerugian negara yang nyata,” tegas Syarifuddin.
Proyek tersebut berada di bawah tanggung jawab Satuan Kerja Bina Marga, Dinas PUPR Papua Barat, dan didanai melalui APBD 2023. Dua ruas yang dikerjakan adalah Irboz–Tomstera dan Ullong–Taige. Alih-alih membawa manfaat bagi masyarakat, proyek ini justru menuai sorotan karena dugaan korupsi yang sistematis.
Berdasarkan audit bersama tim ahli teknik dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara ditaksir mencapai Rp724 juta. Dari jumlah itu, baru sekitar Rp200 juta yang berhasil dikembalikan ke kas negara.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Papua Barat, Abun Hasbulah Syambas, menyebut proyek ini sebagai salah satu kasus terburuk yang pernah mereka tangani.
“Bahkan lebih buruk dari kasus jalan Mogoy–Merdey di Teluk Bintuni. Ini bukan lagi soal kesalahan prosedur, tapi indikasi kejahatan anggaran yang terstruktur,” ujar Abun.
Kejaksaan Tinggi Papua Barat memastikan akan segera menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan. Kajati menegaskan bahwa proses hukum akan dipercepat karena bukti yang ada dinilai sudah sangat kuat.
“Kami tidak akan berhenti sampai semua pihak yang terlibat diusut tuntas. Ini menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang berani bermain-main dengan uang rakyat,” tegas Syarifuddin.
[red/mpr/ms]