Manokwari |Mediaprorakyat.com- Puluhan mahasiswa asal Kabupaten Jayawijaya yang sedang menempuh pendidikan di Manokwari menyatakan penolakan terhadap penempatan personel militer di Distrik Ibele, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan.
Pernyataan sikap tersebut disampaikan dalam konferensi pers yang digelar pada Sabtu, (28/6/2025), di Aula Asrama Mahasiswa Jayawijaya, Jalan Tugu Jepang, Amban, Manokwari.
Penolakan ini muncul menyusul kehadiran aparat TNI yang mulai ditempatkan di wilayah Distrik Ibele sejak Selasa, 24 Juni 2025. Penempatan tersebut diklaim bertujuan untuk mendukung pembangunan jalan Ibele-Taelarek, serta membantu pelayanan kesehatan dan pendidikan. Namun, mahasiswa menilai penempatan itu tidak melalui prosedur yang jelas dan tidak ada koordinasi resmi dengan tokoh tokoh adat, gereja, pemerintah kampung, intelektual, perempuan dan tokoh pemuda serta masyarakat setempat.
Koordinator lapangan, Gerry Hiluka, dalam keterangannya menyebut bahwa keberadaan TNI telah menimbulkan keresahan di kalangan warga sipil.
“Kehadiran militer membatasi aktivitas masyarakat seperti berkebun dan bertani. Ini bisa memicu trauma psikologis, khususnya bagi warga yang sebelumnya sudah pernah mengalami kekerasan atau konflik,” tegas Gerry.
Ia menambahkan bahwa mahasiswa sangat khawatir penempatan militer akan memicu potensi konflik bersenjata dan memperburuk situasi hak asasi manusia di kawasan tersebut. Selain itu, ekonomi masyarakat adat dikhawatirkan akan terganggu akibat keterbatasan ruang gerak di wilayah yang telah dimiliterisasi.
“Kami percaya bahwa keamanan sejati tidak dibangun melalui senjata, tetapi melalui keadilan, penghormatan terhadap hak-hak masyarakat, dan pembangunan yang berpihak pada rakyat,” imbuhnya.
Dalam pernyataan sikap mereka, mahasiswa Jayawijaya di Manokwari mengeluarkan sejumlah tuntutan sebagai berikut:
1. Pemerintah daerah dan Dandim 1702/Jayawijaya segera menarik seluruh pasukan TNI dari Distrik Ibele.
2. Menghentikan pendekatan militer terhadap warga sipil di wilayah tersebut.
3. Mengutamakan pembangunan berbasis pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi lokal.
4. Menolak pendirian pos militer di atas tanah adat tanpa persetujuan resmi masyarakat.
5. Mengutuk keras pihak-pihak yang mengatasnamakan masyarakat adat untuk melegitimasi kehadiran militer.
6. Mendesak agar pemerintah melihat Ibele sebagai tanah damai*, bukan daerah operasi militer.
Mahasiswa juga mengusung slogan
“Ibele butuh guru dan dokter, bukan TNI atau Polri. Ibele adalah tanah damai, bukan daerah operasi militer.”
Melalui konferensi pers ini, para mahasiswa berharap agar suara mereka dijadikan pertimbangan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta aparat keamanan agar tidak mengulangi pendekatan militeristik yang justru memperparah luka kolektif masyarakat Papua, khususnya di kabupaten Jayawijaya, provinsi Papua pegunungan (JS)









