Bintuni, Mediaprorakyat.com – Dua tahun setelah peristiwa tragis pembunuhan pekerja proyek Jalan Trans Papua pada Kamis, 29 September 2022, Polres Teluk Bintuni kembali melanjutkan proses hukum dengan menggelar rekonstruksi kasus tersebut. Rekonstruksi digelar pada Jumat, 4 Oktober 2024, di halaman Markas Polres Teluk Bintuni.
Acara ini dihadiri oleh Kapolres Teluk Bintuni, AKBP Dr. H. Choiruddin Wachid, S.I.K., M.M., M.Si., beserta sejumlah pejabat kepolisian lainnya. Rekonstruksi bertujuan untuk memperjelas kronologi pembunuhan yang menewaskan beberapa pekerja proyek jalan tersebut.
Menurut Kasat Reskrim Polres Teluk Bintuni, Iptu Dr. Tomi Samuel Marbun, S.Tr.K., M.H., rekonstruksi terdiri dari 36 adegan. Beberapa adegan diperankan oleh anggota Polres, sementara 5 orang saksi yang berada di tempat kejadian juga turut dihadirkan.
“Rekonstruksi ini dilakukan di hadapan keluarga korban dan tim jaksa untuk memverifikasi keterangan dari saksi dan tersangka yang telah diamankan,” ujarnya.
Hingga saat ini, pihak kepolisian telah menetapkan 19 orang sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan ini. Salah satu tersangka, Martinus Aisnak, telah meninggal dunia sebelum proses hukum selesai.
“Untuk yang terlibat dalam pembunuhan karyawan proyek di Mayerga, totalnya ada 13 orang. Awalnya, DPO (Daftar Pencarian Orang) berjumlah 12 orang. Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka Sutiawan Orocomna, muncul satu nama lagi, yaitu Alfons Orocomna (AO),” ungkap Iptu Tomi.
Ia juga menjelaskan bahwa Deni Mos dan Arnol Kocu diduga menjadi otak pembunuhan tersebut, dengan empat orang lainnya yang turut merencanakan pembunuhan. Sehingga, total tersangka mencapai 19 orang.
Pihak kepolisian masih terus memburu tersangka lainnya yang terlibat dalam aksi keji ini. Selain itu, penyelidikan juga mengungkap adanya tersangka baru yang belum masuk dalam Daftar Pencarian Orang, yaitu tersangka berinisial AO.
Menurut Iptu Tomi, para tersangka akan dijerat dengan Pasal 340 subsider 338 jo 55, 56 dan/atau Pasal 170 ayat 3, serta Undang-Undang Darurat tentang kepemilikan senjata api atau senjata tajam tanpa izin.
“Ancaman hukuman maksimal bagi para tersangka adalah penjara seumur hidup, khususnya bagi yang terbukti melakukan pembunuhan berencana,” jelasnya.
Kasus pembunuhan ini menjadi sorotan publik dan aparat keamanan, serta menimbulkan kekhawatiran terkait keamanan pekerja dan personel keamanan yang bertugas di wilayah Papua, khususnya di Teluk Bintuni.
Iptu Tomi menegaskan bahwa proses penanganan kasus ini masih terus berlanjut, dengan harapan semua pelaku yang terlibat dapat diungkap dan diadili.
“Dengan adanya rekonstruksi ini, diharapkan proses hukum menjadi lebih jelas dan memberikan keadilan bagi para korban serta keluarga yang ditinggalkan,” pungkasnya. [HS]