Bintuni, Mediaprorakyat.com – Ketua KPU Teluk Bintuni, Muhammad Makmur Memed Al-Fajri, menanggapi pernyataan Bakal Calon Legislatif (Bacaleg) DPR Provinsi Papua Barat dari Partai Golkar, Drs. Elias Lamere. Menurut Memed, pihaknya saat ini menunggu hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dugaan pelanggaran administratif yang dituduhkan oleh Lamere.
“Sidang Dugaan Pelanggaran Administratif yang dituduhkan oleh Pak Lamere kepada KPU Kab. Teluk Bintuni telah dilaksanakan, namun Pak Lamere tidak pernah hadir dari sidang awal sampai dengan sidang putusan oleh Bawaslu Kabupaten Teluk Bintuni,” ujar Memed kepada Mediaprorakyat.com melalui pesan WhatsApp pada Kamis (16/05/2024).
Lebih jelas, Ketua KPU Teluk Bintuni menyatakan bahwa Bawaslu Teluk Bintuni telah mengadakan sidang dugaan pelanggaran administratif.
“Pihak Lamere tidak pernah hadir selama persidangan. Bawaslu Kabupaten Teluk Bintuni memutuskan bahwa KPU Kabupaten Teluk Bintuni tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif,” ungkap Memed.
Sebelumnya, dalam pernyataannya kepada beberapa media pada 15 Mei, Elias Lamere mengkritik kinerja KPU Kabupaten Teluk Bintuni. Lamere menuduh adanya kecurangan dalam proses pemilihan legislatif 2024. Dalam sidang sengketa di MK, menurut Lamere, KPU Teluk Bintuni mengakui adanya penggelembungan suara.
“Mereka mengakui kesalahan,” kata Lamere. KPU mengungkapkan bahwa terdapat pelanggaran di tiga TPS di Distrik Weriagar dengan jumlah 100 suara. Namun, laporan Bawaslu menunjukkan pelanggaran dengan jumlah suara yang lebih signifikan.
Lamere mengapresiasi masyarakat yang telah memilihnya tanpa praktik politik uang, mengklaim bahwa ia memperoleh suara yang cukup tinggi dan berada di posisi kedua dengan lebih dari tiga ribu suara. Menurut Lamere, suara terbanyak diraih oleh Erwin Beddu.
Lamere juga menyatakan rasa terima kasihnya kepada kuasa hukum, DPP Golkar, dan dukungan dari DPD Papua Barat. Wakil Ketua Analisis Strategi DPD Partai Golkar Papua Barat itu menekankan bahwa KPU Teluk Bintuni telah melakukan pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif.
“Anehnya, pemaparan antara KPU dan Bawaslu berbeda. Prinsipnya, perolehan satu atau dua suara sudah membuktikan terjadinya pelanggaran, apalagi jika terjadi penggelembungan suara yang signifikan,” tambah Lamere.
Lamere menegaskan bahwa ia tidak berselisih dengan partai manapun dan tidak menggugat partai manapun. “Yang saya gugat adalah independensi KPU Teluk Bintuni,” tegasnya.
Ia berharap proses persidangan di MK akan mengungkap ketimpangan yang dilakukan oleh KPU dan menghasilkan putusan yang adil.
Lamere juga berharap KPU Teluk Bintuni diberikan sanksi berat untuk mencegah terulangnya pelanggaran serupa di masa depan.
Selain itu, ia menyebutkan kemungkinan membawa masalah ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) untuk mengadili pelanggaran dari aspek kode etik. [HS]