Dampak Kenaikan BBM Untuk Petani Di Teluk Bintuni , Arimurti : RAKYAT ” TAMPA SUBSIDI “

Salah satu rumah warga yang tampak rewot tidak terurus menggambarkan kondisi masyarakat miskin di Kabupaten Teluk Bintuni. ( istimewa )

BINTUNI, Mediaprorakyat.com – Setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Harga Pertalite diputuskan naik dari Rp7.650 jadi 10.000 per liter.

“Ini adalah pilihan terakhir pemerintah, yaitu mengalihkan subsidi BBM. Sehingga harga beberapa jenis BBM yang selama ini subsidi akan alami penyesuaian,” kata Jokowi dalam Konferensi Pers Presiden Jokowi dan Menteri Terkait perihal Pengalihan Subsidi BBM ditayangkan akun Youtube Sekretariat Presiden, pada hari Sabtu (3/9/2022) lalu.

“Pertalite dari Rp7.650 per liter, solar subsidi dari Rp5.150 pe liter jadi Rp6.800 per liter, Pertamax nonsubsidi naik dari Rp12.000 jadi Rp14.500 per liter. Ini berlaku 1 jam sejak diumumkan, pada pukul 14.30 WIB,” kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif saat mendampingi Jokowi dalam akun YouTube Sekretariat Presiden tersebut.

Setelah kenaikan harga BBM telah santer sejak beberapa pekan terakhir, hingga sempat memicu perdebatan dan panic buying di sejumlah lokasi ( daerah ) juga di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat.

Salah Seorang pemerhati masyarakat membuat tulisan soal kenaikan harga BBM tersebut dan dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat di Kabupaten Teluk Bintuni.

Arimurti seorang pemerhati masyarakat yang pernah malang melintang di dunia Jurnalistik ( Media Cetak & TV ) membuat satu etnografi atau tulisan yang mengulas soal kenaikan harga BBM dan dampaknya.

Dalam tulisannya yang berjudul RAKYAT
” TAMPA SUBSIDI ” , Arimurti mengulas !?

Secara perlahan namun pasti, Pemerintah telah mengurangi alokasi dana subsidi. Subsidi BBM mulai dikurangi, sebelumnya rakyat masih mengenal bensin premium (warna kuning), kemudian dipaksa beralih ke pertalite dan pertamax. Karena subsidi mulai berkurang, sehingga harga BBM mulai naik dan memicu kenaikan harga barang/ jasa. Mulai tarif transportasi, harga pangan dan akan merembet ke harga-harga lainnya.

Meskipun dijanjikan adanya Bantuan Langsung Tunai ( BLT ) , namun hal itu dinilai kurang efektif. Rakyat semakin menjerit, apalagi Pendapatan tak kunjung naik sementara pengeluaran tentunya semakin besar. Rakyat miskin semakin mengencangkan ikat pinggang yang nampak kurus.

Arimurti menyurat dan bertanya soal nasib dari masyarakat yang berprofesi sebagai petani, ” Lalu bagaimana nasib petani sang pahlawan pangan negeri ini?, ” imbuhnya.

Dia menjelaskan, nasib petani mungkin tidak jauh beda dengan nasib-nasib rakyat jelatah lainnya, bahkan mungkin lebih menyedihkan.

Subsidi pupuk pun mulai dikurangi, yang sebelumnya pupuk bersubsidi diperuntukan bagi sekitar 70 an komoditi. Namun saat ini dibatasi hanya untuk 9 komoditi berdasarkan Permentan no : 10 tahun 2022, yaitu padi, jagung, kedelai, cabe, bawang merah, bawang putih, tebu. Kakao dan kopi.

Lalu bagaimana dengan petani yang menanam komoditi lainnya?, tentunya tidak mendapat alokasi pupuk bersubsidi. Sementara harga subsidi dan non subsidi, perbedaannya sangat jauh. Jika petani harus untuk membeli pupuk non subsidi, maka tidak heran harga-harga pangan akan melonjak naik.

Disisi lain tidak ada jaminan pasar daru pemerintah terkait hasil panen dari petani. Dan biasanya terjadi, saat panen raya maka harga akan anjlok. Namun saat harga hasil panen mulai bagus dan menguntungkan petani. Biasanya pemerintah lebih memilih impor pangan dengan alasan menstabilkan harga pangan dalam negeri. Sungguh tidak adil, petani harus bekerja berbulan- bulan menunggu hasil yang tidak seberapa, ungkap pria yang berdinas ( ASN ) di Dinas Pertanian Pemda Teluk Bintuni itu.

Apa yang terjadi, jika rakyat harus hidup tanpa subsidi. Mungkinkah akan terjadi krisis pangan, kemiskinan dan pengangguran semakin tinggi, dan angka kriminalitas pun melonjak.

Di akhir tulisan yang dia buat Arimurti mewakili masyarakat terkhusus yang berprofesi sebagai petani berharap kebijakan yang cepat dari pemerintah.

” Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan yang cepat, tetap dan efektif dari pemerintah. Sehingga mimpi buruk yg tinggal menunggu waktu ini tidak semakin parah. ” tutupnya. (mpr-01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

https://mediaprorakyat.com/wp-content/uploads/2023/08/Screenshot_2023-08-21-22-41-08-24_6bcd734b3b4b52977458a65c801426b0.jpg