Jakarta, Untuk memastikan pendapatan negara bisa terukur, pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus segera menyelesaikan sinkronisasi data para pemegang izin usaha pertambangan. Izin Usaha Pertambangan Pemerintah diminta mengetatkan peraturan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) agar tak menjadi perselingkuhan antara kaum kuasa pemilik modal dan kaum kuasa pemilik kebijakan.
Sebelum diberlakukan Undang Undang 23/2014 tentang Pemerintah Daerah yang akan mengambil-alih Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari tangan pemerintah kabupaten beralih ke Pemerintah Provinsi
Pada tahun 2014 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pernah mencatat ada ratusan izin usaha pertambangan di Maluku Utara yang bermasalah. Indikasi tersebut dapat ditengok dari maraknya izin pertambangan yang tumbang tindih, ungkap Sukhya Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM R, ketika berkunjung di Ternate, Senin, 9 Juni 2014 waktu itu.
Ia menyebutkan ada sekitar 335 izin usaha pertambangan di Maluku Utara yang dikeluarkan bermasalah belum lagi ditemukan Rp 98 miliar dari royalti hasil tambang di Maluku Utara yang belum dibayarkan kepada negara. Hal tersebut mengakibatkan pendapatan negara di bidang tambang tidak setinggi pendapatan di bidang migas. Jadi bisa dikatakan persoalan izin usaha tambang di Maluku Utara sangat tinggi,” ujar Dia
Namun saja persoalan IUP yang terjadi di Maluku Utara masih tetap berlangsung hingga sekarang, belum lama ini sempat masyarakat Maluku Utara dihebohkan. Semua pihak di daerah tidak habis pikir, bagaimana bisa IUP sebanyak itu dibuat tanpa melalui prosedur. Lebih anehnya lagi puluhan IUP yang dikeluarkan itu dilihat berdasarkan SK Gubernur Gani Kasuba
Diantara 27 IUP tersebut hanya satu yang sah dan dilakukan sesuai ketentuan yang ada, di antaranya UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2015 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Perizinan Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara

Empat di antaranya dikeluarkan kepada PT Halmahera Jaya Mining Nomor: 198.5/KPTS/MU/2016 tentang IUP peningkatan operasi produksi, PT Budhi Jaya Mineral Nomor: 315.1/KPTS/MU/2016 tentang IUP Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, untuk CV Orion Jaya Nomor 303.1/KPTS/MU/2016 tentang persetujuan IUP Eksplorasi menjadi IUP operasi produksi, dan PT Kieraha Tambang Sentosa Nomor 282.1/KPTS/MU/2016 tentang peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP operasi produksi logam emas dengan luas areal 8.244 hektare.
Pemberitaan IUP Prematur yang menyeret nama Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba telah berseleweran di media masa, bahkan kasus tersebut sudah di laporkan KPK pada tanggal 28 febuari 2018 dengan No agenda 2018-02-000-111 dan no informasi 95107 melalui Sahril Taher dan Syahril Marsaoly, kasus IUP ini diduga kuat melakukan penggelapan dana, tetapi tetap saja kasus IUP tersebut belum juga di tindaklanjuti hingga sekarang.
Akibatnya, persoalan IUP di Maluku Utara yang belum di proses oleh KPK kini menimbulkan keraguan dan tanda tanya besar. Padahal Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif mengatakan pemerintah seharusnya membatalkan setiap izin usaha pertambangan (IUP) yang terbit atas hasil suap. Kendati secara hukum izin itu telah dikeluarkan oleh pejabat.
“secara moral izin itu tetap melanggar karena diperoleh dengan cara yang tidak pantas, seperti mencuri. “Kan itu didapat dari hasil suap. Ketika dia mengeluarkan izin itu kan melalui suap. Secara etika dan tata kelola pemerintah masa kita mau melegalkan sesuatu yang didapat dari suap,” ucap Laode kepada awak media tempo itu
Lantas kapan KPK akan menindaklanjuti kasus yang diduga kuat adanya tindakan pengelapan dana ini untuk di proses lebih lanjut, padahal berbagai gelombang pemuda maluku utara menggelar aksi di depan kantor Komisi Pemeberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan kasus 27 IUP Prematur ilegal yang melibatkan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba. (**)