Manokwari | Mediaprorakyat.com – Inspektorat Provinsi Papua Barat mengundang 15 pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk membahas persoalan 1.002 tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat, Jumat (10/10) siang.
Pertemuan tersebut digelar untuk memastikan keabsahan data dan dokumen para tenaga non-ASN, menyusul polemik yang sempat mencuat terkait dugaan manipulasi data.
Dalam undangan resmi, Inspektorat meminta setiap pimpinan OPD membawa sejumlah dokumen penting, antara lain Surat Perintah Membayar (SPM), Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) gaji bulan Oktober–Desember 2021, Surat Keputusan (SK) pengangkatan tenaga honorer, serta daftar pembayaran gaji non-ASN tahun 2021 yang bersumber dari APBD Papua Barat.
Beberapa OPD yang hadir di antaranya Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perhubungan, Dinas PUPR, Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Biro Umum, RSUD Provinsi, hingga Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Papua Barat.
Plt. Inspektur Papua Barat, Dr. Erwin P.H. Saragih, S.H., M.H., menegaskan bahwa pertemuan ini merupakan langkah penting untuk menyelesaikan persoalan tenaga honorer secara tuntas dan transparan. Ia mengingatkan agar kesalahan masa lalu tidak terulang, merujuk pada kasus tahun 2019 yang menyeret sembilan ASN hingga berakhir di Lapas Manokwari.
“Kita harus komitmen dan konsisten. Jika tim khusus (Timsus) yang saya bentuk menemukan dokumen palsu, maka pilihannya hanya dua: yang bersangkutan mengundurkan diri atas permintaan sendiri, atau jika NIP-nya sudah keluar dan terbukti palsu, dia harus bertanggung jawab secara hukum,” tegas Saragih.
Ia menambahkan bahwa data 1.002 tenaga honorer sudah final dan tidak dapat diganggu gugat, sesuai keputusan Gubernur Papua Barat, Drs. Dominggus Mandacan. Inspektorat memastikan hanya mereka yang benar-benar berhak yang akan diangkat.
“Jika hanya 700 orang yang berhak, maka hanya 700 itu yang akan diangkat. Jangan karena ada 300 yang bermasalah, semuanya ikut tertunda. Ini penting agar persoalan seperti tahun 2019 tidak terulang,” ujar Saragih.
Lebih lanjut, Saragih meminta seluruh pimpinan OPD menyerahkan data tenaga honorer yang dipersoalkan agar tim khusus dapat melakukan verifikasi selama 21 hari ke depan, mencakup pemeriksaan SK, SP2D, dan bukti pembayaran gaji.
“Siapa pun yang ketahuan memanipulasi data atau menjadi honorer ‘siluman’, agar segera mengundurkan diri atas permintaan sendiri, atau saya kawal proses hukumnya sampai ke Lapas Manokwari,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala BKD Papua Barat, Herman Sayori, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Inspektorat.
“Apa yang disampaikan oleh Pak Inspektur sudah tegas. Kami di BKD mendukung penuh proses verifikasi ini agar tidak ada lagi kesalahan dalam pengangkatan tenaga honorer,” ujar Sayori.
Sebelumnya, dikutip dari Tabura Pos, Aliansi Honorer Nasional (AHN) dan Forum Honorer 1002 Papua Barat sempat menggelar aksi unjuk rasa dan memalang Kantor BKD Papua Barat pada 10 September 2025. Dalam aksinya, para tenaga honorer meminta pemerintah tidak mengubah ataupun menambah daftar nama honorer yang telah disetujui gubernur.
Gubernur Dominggus Mandacan menegaskan bahwa jumlah tenaga honorer tetap 1.002 orang, sesuai formasi tahun 2021 yang diproses melalui Badan Kepegawaian Negara (BKN) Regional XIV Manokwari.
“Berkasnya sudah saya tanda tangani dan jumlahnya tetap. Tidak ada perubahan,” tegas Mandacan kala itu.
Dengan langkah pengumpulan data, bahan, dan keterangan (Puldatabaket) yang kini dilakukan Inspektorat, diharapkan seluruh proses pengangkatan tenaga honorer berjalan transparan, adil, dan bebas dari manipulasi , agar sejarah kelam tahun 2019 tidak kembali terulang di Bumi Kasuari.
[red/mpr/hs]









