Manokwari | Mediaprorakyat.com – Warga RT 2/RW 15 Wosi Rendani, Manokwari Barat, kembali menagih janji Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari terkait pembayaran ganti rugi proyek alih trase Bandara Rendani yang tak kunjung terealisasi.
Ketua RT 2/RW 15, Jhon Ahoren, mengungkapkan sejak 2022 tim Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) sudah turun ke lapangan untuk melakukan penilaian. Namun hingga kini, hasil tersebut belum ditindaklanjuti dengan pembayaran kepada warga yang terdampak.
“Ada sekitar 15 kepala keluarga yang selalu bertanya kepada saya kapan Pemda akan segera membayar ganti rugi. Setiap kali kami bertanya ke Bupati, jawabannya hanya janji dengan tanggal tertentu, tapi tidak ada tindakan jelas. Hal ini berulang hingga tahun 2025,” ujar Ahoren dengan nada kesal, Minggu (28/9).
Menurutnya, sudah ada enam kali pertemuan antara warga dan Pemkab Manokwari, namun hasilnya tetap buntu. Warga menilai Pemda tidak serius memberikan kepastian.
“Kalau memang Pemda belum punya uang untuk ganti rugi, sebaiknya katakan terus terang. Jangan biarkan kami menunggu tanpa kepastian,” tegasnya.
Ahoren menambahkan, sejak awal warga tidak pernah menawarkan tanah mereka, melainkan Pemda yang datang menyampaikan program pembangunan kota, termasuk alih trase bandara. Saat itu, warga bersedia mendukung karena diyakinkan langsung oleh Bupati.
“Bupati datang dan bilang kalau ini untuk kemajuan bersama. Kami percaya, bahkan sampai melakukan palang jalan untuk menunjukkan dukungan. Bukan palang untuk menolak pemerintah, tapi palang tanda mendukung,” jelasnya.
Ahoren juga menyinggung pertemuan terakhir pada 2024 di Kantor Bupati. Saat itu, tim KJPP sudah mempresentasikan hasil perhitungan ganti rugi dan dijanjikan bahwa warga akan dipanggil secara terpisah untuk mengetahui besaran yang diterima. Namun, janji itu tak kunjung ditepati.
“Kami tidak mau lagi ada pertemuan tanpa hasil. Pertemuan berikut hanya untuk pembayaran. Kalau tidak, kami akan renovasi rumah kami sendiri. Dan kalau sudah diperbaiki, nilainya harus dihitung ulang karena masyarakat sudah keluar biaya tambahan,” tegasnya.
Ia mencontohkan, ada warga yang sudah dua tahun membiarkan atap rumah bocor karena dijanjikan rumah akan diganti rugi. Namun, janji itu tidak pernah dipenuhi.
“Percuma kalau diperbaiki sekarang, toh nanti bisa dihancurkan lagi saat proyek jalan. Karena itu, kami tegaskan, tidak ada lagi janji. Kami hanya mau kepastian pembayaran,” pungkas Ahoren.
[red/mpr/ars]