Merauke | Mediaprorakyat.com— Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Merauke melalui Germas PMKRI, Yoram Oagay, menyoroti program Food Estate di Merauke yang dinilai sarat paradoks. Program strategis pemerintah itu disebut berpotensi menimbulkan dampak ekologis, sosial, budaya, hingga pelanggaran hak masyarakat adat Papua Selatan.
Konferensi pers digelar PMKRI Cabang Merauke pada Sabtu (20/9/2025) dengan mengangkat tema “Food Estate: Paradoks Sistem Pangan”. Menurut Yoram Oagay, Food Estate di Merauke bukanlah hal baru. Sebelumnya, pemerintah telah menggagas proyek MIRE dan MIFEE, yang berakhir gagal dan menyisakan masalah serius, mulai dari konflik lahan, deforestasi, degradasi ekosistem, hingga marginalisasi masyarakat adat Marind.
Kritik PMKRI Merauke terhadap program Food Estate yang dinilai mengancam ekologi, sosial, budaya, kesehatan, dan hak masyarakat adat. PMKRI Cabang Merauke melalui Germas PMKRI, Yoram Oagay. Merauke, Papua Selatan.
Konferensi pers Sabtu, 20 September 2025.Food Estate berisiko mengulang kegagalan program sebelumnya (MIRE & MIFEE), memunculkan perampasan tanah adat, kerusakan ekosistem, hingga pelanggaran HAM.
Kritik disampaikan melalui konferensi pers dengan menyertakan analisis ekologi, sosial, budaya, serta dasar hukum nasional dan internasional.
Dalam pernyataannya, PMKRI menekankan empat aspek utama:
1. Ekologi Pembukaan lahan skala besar berpotensi merusak keanekaragaman hayati, mencemari tanah dan air akibat pestisida, serta memperparah krisis iklim.
2. Sosial Food Estate rawan meminggirkan petani lokal, menciptakan ketergantungan pada pasar global, dan memperburuk ketimpangan ekonomi.
3. Budaya Sistem pangan tradisional masyarakat adat terancam hilang, termasuk kearifan lokal dalam bercocok tanam.
4. Kesehatan Perubahan pola makan masyarakat adat Marind dapat menimbulkan masalah gizi, stunting, bahkan kematian ibu dan anak.
Secara hukum, PMKRI menilai proyek Food Estate berpotensi melanggar Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3), serta Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Undang-Undang Pokok Agraria, UU Lingkungan Hidup, UU HAM, hingga UU Otonomi Khusus Papua. Selain itu, proyek ini juga dinilai bertentangan dengan kewajiban Indonesia dalam Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR).
PMKRI Merauke menegaskan bahwa negara wajib menghormati prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) dari masyarakat adat sebelum menjalankan proyek strategis nasional. Tanpa itu, Food Estate berpotensi menjadi praktik perampasan tanah (land grabbing) yang merusak ruang hidup rakyat.
Tuntutan PMKRI Merauke.
1. Menolak Food Estate sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
2. Mendesak DPR RI segera mengesahkan RUU Masyarakat Adat.
3. Mendukung gerakan penolakan UU Cipta Kerja.
4. Mendesak Mahkamah Konstitusi memberikan keadilan bagi korban PSN.
5. Mendorong DPR Papua Selatan dan MRP Papua Selatan mengesahkan Perdasi/Perdasus terkait perlindungan masyarakat adat.
[red/mpr/js]