Manokwari | Mediaprorakyat.com — Menjelang peringatan Hari Masyarakat Adat Internasional pada 9 Agustus 2025, Panitia Pemuda Adat Wilayah Domberay menyatakan kesiapan penuh untuk menyukseskan Parade Budaya yang akan berlangsung selama tiga hari, yakni 7–9 Agustus 2025 di Manokwari, Papua Barat.
Ketua Panitia Parade Budaya, Feri Derebi, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan inisiatif murni dari pemuda adat sebagai bentuk perayaan, refleksi, sekaligus perlawanan kultural terhadap berbagai tekanan yang dihadapi masyarakat adat Papua.
“Kegiatan ini murni dari pemuda adat,” tegas Feri saat diwawancarai mediaprorakyat.com, Rabu (6/8/2025).
Feri menjelaskan bahwa parade ini akan diikuti oleh perwakilan masyarakat adat dari tujuh wilayah adat besar di Papua, yang telah menerima undangan resmi sebagai bentuk solidaritas dan persatuan lintas komunitas adat.
Rangkaian kegiatan akan dibuka pada 7 Agustus, dan mencakup berbagai agenda budaya, antara lain:
Seminar Kebudayaan
Orasi Budaya
Pemutaran Film Masyarakat Adat
Pentas Seni dan Budaya, yang akan menjadi puncak perayaan.
Feri menambahkan bahwa tujuan utama kegiatan ini adalah untuk membangkitkan kembali identitas dan nilai-nilai budaya masyarakat adat, khususnya di wilayah Tiga Domberay, serta menegaskan pentingnya keterlibatan generasi muda adat sebagai pewaris budaya dan penjaga masa depan Papua.
Sementara itu, Sekretaris Panitia, Maria Kebar, menjelaskan bahwa tema besar Parade Budaya tahun ini adalah:
“Selamatkan Papua, Selamatkan Dunia”
Menurut Maria, tema ini diangkat sebagai pengingat akan pentingnya hutan Papua sebagai paru-paru dunia yang menyuplai oksigen dan menjaga keseimbangan iklim global.
“Hutan dan sumber daya alam Papua menghidupi manusia di seluruh bumi. Maka, semangat masyarakat adat perlu dibangkitkan agar tetap tegar dan tidak punah,” ujarnya.
Maria menekankan bahwa masyarakat adat adalah penjaga utama hutan dan alam Papua. Jika mereka terusir atau punah, maka ekosistem juga akan rusak dan terancam hilang.
Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang identik dengan aksi demonstrasi, Parade Budaya 2025 lebih difokuskan pada pendekatan kultural dan ekspresi seni sebagai bentuk penyadaran publik.
“Kami coba sandingkan dan konsepkan dengan kearifan lokal masyarakat adat yang selalu hidup bersama alam,” jelas Maria.
Namun demikian, hingga berita ini diturunkan, pihak panitia belum memperoleh izin resmi dari kepolisian untuk pelaksanaan acara pada 9 Agustus 2025. Untuk mengantisipasi hal tersebut, panitia telah menyiapkan rencana alternatif (Plan B) agar seluruh rangkaian kegiatan tetap berjalan lancar.
Maria juga menyuarakan keprihatinannya terhadap masifnya eksploitasi hutan adat tanpa persetujuan masyarakat setempat, khususnya di wilayah Pegunungan Arfak, Merauke, Nabire, hingga Timika.
“Sudah banyak hutan yang dibabat, masyarakat adat diasingkan, dan hak-hak mereka disampingkan,” ungkapnya dengan nada kecewa.
Ia menegaskan bahwa Parade Budaya ini bukan sekadar seremoni, melainkan wujud nyata suara hati masyarakat adat yang selama ini terpinggirkan.
“Kami berharap, melalui kegiatan ini, para pemuda tetap semangat menjaga hutan dan budaya agar tidak punah,” tutup Maria.
[red/mpr/js]