Home / BERITA / NASIONAL

Rabu, 11 Juni 2025 - 13:22 WIT

Aktivis Lingkungan Desak Revisi UU Kehutanan: Hentikan Paradigma Kolonial, Akui Hak Masyarakat Adat

Bintuni | Mediaprorakyat.com – Desakan untuk merevisi secara menyeluruh Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (RUUK) kembali mengemuka dalam diskusi nasional daring yang digelar pada Minggu (9/6/2025) lalu.

Para aktivis lingkungan, akademisi, serta perwakilan masyarakat adat dari berbagai wilayah Indonesia menyampaikan keprihatinan terhadap kerusakan hutan yang terus terjadi, sekaligus menyoroti pengabaian hak-hak masyarakat adat yang secara turun-temurun menjaga wilayah hutan mereka.

Salah satu suara tegas disampaikan Sulfianto, aktivis lingkungan dari jaringan Panah Papua. Ia menilai pendekatan eksploitatif dalam pengelolaan hutan merupakan bentuk penjajahan baru, terutama jika dilakukan tanpa persetujuan dan partisipasi masyarakat adat.

“Jika pendekatan eksploitatif dalam RUUK tidak dihentikan, maka yang terjadi bukan pembangunan, melainkan penjajahan dalam bentuk food estate,” tegas Sulfianto saat dikonfirmasi Mediaprorakyat melalui WhatsApp.

RUUK yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 dinilai sebagai momentum penting untuk mengubah arah pengelolaan hutan nasional. Selama ini, hutan kerap diposisikan sebagai aset negara tanpa mengakui hak ulayat masyarakat adat.

Diskusi yang diselenggarakan oleh Forest Watch Indonesia (FWI) ini turut melibatkan WALHI dari berbagai provinsi, akademisi dari Universitas Indonesia dan Universitas Mataram, serta perwakilan masyarakat adat dari Papua, Kalimantan, Sumatra, hingga Maluku.

Kritik terhadap UU Kehutanan saat ini:

Anggi Putra Prayoga, juru kampanye FWI, menyebut bahwa UU Kehutanan saat ini sudah tidak relevan karena:

– Tidak mengakomodasi perlindungan hak masyarakat adat.

– Menggunakan paradigma kolonial dalam klaim penguasaan hutan oleh negara.

– Menjadi dasar legalisasi kerusakan hutan yang mencapai rata-rata 689.000 hektare per tahun.

– Bertentangan dengan berbagai putusan Mahkamah Konstitusi (MK), seperti Putusan MK No. 35 dan 45, yang mengakui hak-hak masyarakat adat.

Baca Juga  Bupati Yohanis Manibuy: Hardiknas 2025 Jadi Momentum Perkuat Komitmen Pendidikan di Teluk Bintuni

Usulan Revisi UU Kehutanan:

– Menghapus pendekatan top-down yang menyingkirkan masyarakat lokal.

– Mengakui masyarakat adat sebagai subjek hukum dan pemilik sah wilayah hutan.

– Menolak kamuflase pembangunan seperti food estate dan energi berbasis kehutanan yang berpotensi merusak ekologi.

– Mengintegrasikan prinsip PADIATAPA (Persetujuan Atas Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan) dalam proses perizinan.

– Melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses penetapan kawasan hutan.

Suara dari Daerah:

Darwis dari Green of Borneo Kaltara menegaskan bahwa tanpa perlindungan sosial yang jelas, revisi hanya akan memperpanjang konflik dan kriminalisasi masyarakat adat.

Zul dari KORA Maluku menambahkan bahwa masyarakat adat bukan sekadar objek partisipasi, melainkan pemilik sah hutan.

Oscar Anugrah dari WALHI Jambi mengungkapkan bahwa banyak konsesi kehutanan kini disalahgunakan menjadi tambang ilegal dengan dalih transisi energi.

Defri Setiawan dari WALHI Gorontalo menyoroti proyek bioenergi dan monokultur yang telah meminggirkan masyarakat lokal.

Dr. Andi Chairil Ichsan dari Universitas Mataram menekankan bahwa revisi UU Kehutanan harus menjadi alat koreksi atas ketimpangan sejarah pengelolaan hutan.

Sementara itu, Dessy Eko Prayitno dari Universitas Indonesia menyatakan bahwa regulasi baru harus menjamin transparansi, akuntabilitas, dan keadilan ekologis.

[Red/js]

Share :

Baca Juga

Kepala Perwakilan Ombudsman Papua Barat, Amus Atkana

BERITA

Ombudsman Papua Barat Pertanyakan Komitmen Pemda Sorong Selatan Terkait Jatah Beras ASN
Kasat Reskrim, AKP Boby Rahman, S.Tr.K., S.I.K.

BERITA

Tim Macan Gunung Ciduk Pencuri di Tisay, Warga Diminta Lebih Waspada!
Keterangan Gambar: Tangkapan layar data hasil pemilu dari situs resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua.

BERITA

Koalisi Raksasa vs Banteng Militan: Papua Menuju Pilgub Paling Sengit dalam Sejarah!

BERITA

DPRK Teluk Bintuni Gelar RDP Bahas Formasi CPNS, PPPK, Penyelesaian Status Tenaga Honorer, dan Pencaker
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Papua Barat yang baru tiba di Bandara Rencana, Manokwari, dan mendapat sambutan hangat dari Wakapolda Papua Barat. Kehadiran dan penyambutan ini menjadi simbol soliditas antar aparat penegak hukum di wilayah Papua Barat.

BERITA

Kajati Baru Papua Barat Tiba di Manokwari, Disambut Meriah Wakapolda dan Pejabat Penting!
Tangkapan layar dari video yang dikirimkan warga Maybrat kepada pihak Ombudsman, terkait penolakan terhadap pergantian Kepala Kampung. (Istimewa)

BERITA

Ombudsman Soroti Kisruh di Maybrat: Jabatan Kepala Kampung Bukan Mainan Politik!

BERITA

SMA Muhammadiyah Conservation, Mumuan: Cetak Generasi Cinta Alam

BERITA

Sekretariat Rumasatu Diresmikan di Bintuni, Wujud Komitmen Jaga Tanah Adat dan Keutuhan NKRI