Wamena | Mediaprorakyat.com – Di tengah tantangan ekonomi dan stigma yang masih melekat pada generasi muda Papua, Vredy Itlay, pemuda asal Kampung Noagalo, Distrik Siepkosi, Kabupaten Jayawijaya, tampil sebagai inspirasi lewat semangat wirausaha yang ditekuninya. Kini, ia mengelola usaha sate daging babi secara mandiri di Wamena.
Usaha kuliner ini bukan datang secara instan. Vredy memulai langkahnya di dunia wirausaha sejak menjadi mahasiswa di Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) pada 2014. Perjalanan seriusnya dimulai pada 2019 saat ia mulai berjualan tahu di depan Gereja Katolik Fransiskus Asisi, Jayapura Kota. Dari sana, usahanya berkembang hingga menjual sate daging babi.
“Niat saya bukan untuk jadi kaya, tetapi untuk melawan sistem ketergantungan, memenuhi kebutuhan keluarga, dan hidup mandiri,” ujar Vredy dalam wawancara, Minggu (8/6/2025).
Berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi terbatas, Vredy pernah menjadi sopir rental mobil untuk membiayai kuliah dan kebutuhan sehari-hari. Dukungan datang dari sang kakak, Yon Hermanus Itlay, yang memberinya modal usaha berupa gerobak jualan.
Kini, setelah kembali ke kampung halamannya, Vredy menjalankan usahanya di depan kantor Bupati Jayawijaya, Menara Salib. Ia berjualan setiap hari mulai pukul 13.00 hingga 16.00 WIT, atau hingga dagangan habis. Satu porsi sate daging babi lengkap dengan nasi, sayur tumis, dan tisu dihargai Rp50.000.
Menariknya, daging babi yang digunakan berasal dari ternak pribadi milik Vredy sendiri. Ia juga menyempatkan waktu untuk mencari pakan berupa ampas makanan bagi ternaknya. Sebagai bentuk diversifikasi usaha, Vredy turut menjual cilok pentol babi bakar di kawasan Jl. Papua, Wamena.
Pengalaman membantu mama angkat asal Buton yang berjualan sate ayam turut membentuk insting bisnis Vredy. Meski demikian, ia memilih berinovasi dengan produk berbeda untuk memperluas pasar.
“Ada anggapan dari luar Papua bahwa kami orang Papua tidak bisa maju atau menekuni usaha kecil-kecilan. Tapi kita harus kembangkan potensi diri sendiri, bukan hanya bicara besar di media atau lewat protes. Harus ada tindakan nyata,” tegasnya.
Vredy percaya, generasi muda Papua—khususnya dari wilayah pegunungan—mampu melampaui pencapaiannya jika berani memulai dan konsisten. “Jangan tunggu bola, kita harus tangkap bola,” pesannya.
Bagi Vredy, wirausaha bukan sekadar jalan mencari keuntungan, melainkan bentuk perjuangan untuk hidup mandiri, membantu keluarga, serta menjadi contoh positif bagi sesama anak muda Papua.
[red/js]