Mataram, Mediaprorakyat.com – Istilah bancakan mungkin lebih dikenal dalam konteks pengadaan proyek pemerintah, yang berarti proyek hasil persekongkolan atau permufakatan jahat di lingkaran orang-orang berkuasa dalam suatu lembaga pemerintahan.
Namun, manajemen PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) juga diterpa isu terkait belanja pengadaan jasa di perusahaan tersebut, yang diduga menjadi ajang bancakan atau permufakatan jahat internal pihak berwenang.
Monopoli Perusahaan Luar
Menurut AR, seorang pengusaha bongkar muat lokal di Benete, terdapat oknum perusahaan asal luar daerah yang mampu mengatur dan memonopoli seluruh belanja jasa bongkar di Terminal Khusus (Tersus) AMNT. Perusahaan-perusahaan lokal tidak diberikan akses, meskipun memiliki kompetensi di bidangnya. AR menduga bahwa oknum tersebut merupakan seorang bandar yang diberi kewenangan langsung oleh manajemen AMNT.
Sebagai pengusaha lokal di sektor bongkar muat, AR menilai manajemen AMNT sengaja membiarkan dominasi perusahaan luar seperti PT SSI, PT ASSA, dan perusahaan lainnya yang berasal dari luar daerah, termasuk Jakarta. Sementara itu, perusahaan lokal tidak memiliki kesempatan untuk bersaing dalam lelang jasa bongkar muat barang milik AMNT.
Kritik Terhadap Manajemen AMNT
AR menilai kondisi ini mencerminkan kinerja buruk dari Presiden Direktur (Presdir) AMNT. Ia mempertanyakan profesionalisme perusahaan, mengingat AMNT adalah objek vital nasional yang seharusnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi lokal dan meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB. Namun, realitasnya, perputaran ekonomi justru lebih banyak mengalir ke luar NTB.
Tim media melakukan investigasi lebih lanjut dengan mengumpulkan data dari berbagai pihak terkait, termasuk agen, perusahaan bongkar muat (PBM), serta transportasi barang di Pelabuhan Benete. Hasilnya menunjukkan bahwa aktivitas bongkar muat di Tersus AMNT dikendalikan oleh perusahaan luar daerah, seperti PT ASSA, PT SSI, dan PT LTS. Diduga, perusahaan-perusahaan ini memiliki kedekatan dengan otoritas Unit Pengelola Pelabuhan (UPP) Benete, yang mengendalikan Tersus AMNT dan Pelabuhan Umum Benete.
Tuntutan Pekerja Lokal
Para pekerja bongkar muat lokal meminta pemerintah pusat untuk menertibkan kebijakan AMNT yang dinilai merugikan pengusaha lokal. Menurut Muhammad Musanif Aditya, seorang pekerja bersertifikat kepelabuhanan di Benete, kebijakan AMNT yang menutup akses bagi perusahaan lokal dapat menghancurkan nasib para pekerja dan pengusaha setempat.
“Jika AMNT tidak profesional dalam memberikan peluang bagi perusahaan lokal yang memiliki kompetensi, bagaimana kami bisa melanjutkan pekerjaan kami? Apakah AMNT tidak sadar bahwa perusahaan bertanggung jawab untuk membangun industri lokal?” ujarnya.
Minimnya Transparansi dari AMNT dan UPP Benete
Sebelumnya, media memperoleh data mengenai jadwal sandar dan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Benete dalam beberapa bulan terakhir. Dari data tersebut, terlihat bahwa perusahaan keagenan, PBM, dan transportasi yang menangani bongkar muat barang milik AMNT sepenuhnya dikuasai oleh perusahaan luar daerah.
Namun, hingga saat ini, Presiden Direktur AMNT, Rakhmad Makasau, enggan memberikan tanggapan terkait dugaan bancakan internal yang membatasi akses pengusaha lokal dalam sektor bongkar muat. Upaya konfirmasi yang berulang kali dilakukan oleh wartawan juga tidak membuahkan hasil.
Sementara itu, Kepala UPP Benete, I Ketut Sudharma, saat dikonfirmasi melalui WhatsApp, menyatakan bahwa pihaknya tidak terlibat dalam urusan bisnis.
“Kami tidak pernah masuk ke ranah bisnis,” ujarnya singkat.
Dampak Ekonomi
Sumber yang dihimpun media menyebutkan bahwa nilai transaksi dari aktivitas bongkar muat barang milik AMNT diperkirakan mencapai puluhan miliar rupiah setiap bulan. Sektor ini menjadi tumpuan utama bagi pengusaha dan pekerja lokal, yang kini semakin terpinggirkan.
Sebagai informasi, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), yang merupakan anak usaha dari PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMAN), telah memperoleh izin ekspor konsentrat tembaga dari Kementerian Perdagangan berdasarkan rekomendasi Surat Persetujuan Ekspor (SPE) yang dikeluarkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Kuota ekspor konsentrat tembaga yang diberikan mencapai 587.330 WMT (wet metric ton) atau setara dengan 534.000 DMT (dry metric ton), yang berlaku hingga 31 Desember 2024. [JM]
Laporan Dari Kepala Biro Mediaprorakyat.com di Wilayah Nusa Tenggara Barat