Bintuni, Mediaprorakyat.com – Selama kurang lebih 30 tahun, petani plasma perkebunan kelapa sawit di Distrik Sumuri menghadapi berbagai masalah, mulai dari isu tenaga kerja hingga kredit pinjaman yang tidak kunjung lunas, yang diduga akibat proses tidak transparan dan penuh rekayasa oleh pihak perusahaan sawit. Belum selesai penderitaan masyarakat Sumuri tersebut, kini hadir perusahaan perkebunan sawit raksasa, PT Borneo Subur Prima (PT BSP), yang akan beroperasi di Distrik Aroba dan Distrik Sumuri, Kabupaten Teluk Bintuni. Perusahaan ini akan mengelola lahan seluas 34.168 hektar, atau setara dengan setengah luas Jakarta.
Menanggapi rencana tersebut, Anggota Pokja Adat Majelis Rakyat Papua Barat, Eduard Orocomna, secara tegas meminta Bupati Teluk Bintuni, sebagai pemimpin daerah, untuk tidak menerbitkan izin lokasi dan izin lainnya bagi perusahaan sawit tersebut.
“Pertimbangan utama dari kami di MRPB adalah bahwa masalah antara petani dan perusahaan perkebunan sawit di Sumuri belum selesai. Petani masih terlilit utang kepada perusahaan yang tak kunjung lunas, padahal perusahaan telah hadir lebih dari 30 tahun di Sumuri. Ini seperti proyek yang menipu masyarakat. Meski begitu, Pemerintah Daerah, melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Teluk Bintuni, BPMPTSP, serta Kantah ATR/BPN Teluk Bintuni, justru mendukung dengan ikut berpartisipasi dalam sosialisasi AMDAL PT BSP,” jelas Orocomna, Selasa (12/11/2024).
Orocomna melanjutkan, “Saya juga meminta kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Teluk Bintuni serta Kepala BPMPTSP untuk menghentikan proses AMDAL PT BSP dan meninjau kembali izin kesesuaian tata ruang yang diduga sudah diberikan. MRPB akan melaporkan dugaan permainan ini ke KPK dan Kejaksaan. Sebab, Perda RTRW Teluk Bintuni masih bermasalah, karena paripurna Raperda RTRW dilakukan sebelum persetujuan substansi dari Kementerian. Karena RTRW bermasalah, maka tidak bisa digunakan untuk memberikan izin kesesuaian ruang kepada perusahaan sawit tersebut.”
Sementara itu, dari Perkumpulan Panah Papua, Sulfianto Alias menilai bahwa masyarakat adat di wilayah Sumuri dan Aroba sudah saatnya bersikap tegas, baik untuk menolak maupun menerima perusahaan tersebut. Menurutnya, masyarakat perlu belajar dari masa lalu ketika berbagai masalah muncul antara petani sawit, koperasi, dan PT Varita Majutama sebagai pemegang izin perkebunan di wilayah tersebut. Saat ini, diduga izin pelepasan kawasan hutan PT Varita Majutama telah dicabut oleh pemerintah pusat. Berdasarkan analisis mereka, PT BSP akan menempati lahan eks PT Varita Majutama.
PT BSP sendiri merupakan bagian dari Ciliandry Anky Abadi (Grup CAA), yang memiliki tiga anak perusahaan di Kabupaten Sorong, yaitu PT Inti Kebun Sejahtera, PT Inti Kebun Sawit, dan PT Inti Kebun Lestari. Berdasarkan laporan evaluasi perizinan Provinsi Papua Barat tahun 2021, ketiga perusahaan ini melakukan pelanggaran legalitas administrasi dan pelanggaran operasional.
“Masyarakat Sumuri dan Aroba harus mencermati grup CAA ini. Jika melihat rekam jejak mereka di Sorong, mereka pernah bermasalah dan melakukan pelanggaran,” tutup Sulfianto. [HS/RLS/SL]